pemuda atheis yg masuk islam

 C.S Mathos mulanya adalah seorang remaja ateis. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga sekuler 14 tahun silam di Pennsylvania.
Mathos merupakan anak yang mengutamakan logika ketimbang emosinya. Ia sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan dan segala sesuatu tentang dinosaurus. Mathos tidak tertarik sama sekali dengan agama. Kecintaan Mathos dengan dinosaurus membuatnya sering mendapat hinaan dan ejekan dari teman-temannya. Ia adalah anak yang tidak mudah terpengaruh oleh apapun. Bahkan ketika serangan teror 9/11 tidak membuat Mathos takut sama sekali. Mathos tidak pernah berbicara dengan orang lain bahkan teman seumurannya. Ia lebih menyukai dunia imajinasi daripada dunia nyata.
Saat usia 13 tahun, Mathos merasa semakin dibombardir dengan cacian dan hinaan oleh teman-temannya. Merasa tidak puas, ia pun mulai memperdalam ilmu tentang politik. Ia banyak membaca buku-buku tentang Hitler dan Perang Dunia II. Kemudian ia benar-benar tertarik dengan Nazisme dan komunisme dan ia pun memutuskan untuk bergabung dengan gerakan Marxis.
Namun, hinaan tak kunjung berhenti menerpanya. “Saya tertekan, saya pikir saya butuh agama,” ujar Mathos. Satu-satunya agama yang Mathos kenal saat itu hanya Kristen. Ia sempat mendalaminya, namun Mathos percaya ada kemunafikan dalam agama Kristen. Menurutnya, terlalu banyak kontradiksi, sektarianisme, dan kemunafikan dalam Kristen. Ia pun akhirnya meninggalkan Kristen. “Saya memutuskan untuk melihat Islam lalu. Saya berkata kepada diri sendiri bahwa hal terakhir yang harus saya lakukan adalah pergi ke Islam,” ujarnya.
Mathos pun memesan Alquran dari sebuah situs web. Setelah itu, Mathos mulai mempelajari Alquran. Melalui Alquran, ia mendapati bahwa apa yang digambarkan tentang Islam di media selama ini tidak seperti yang ia dapatkan di dalam Alquran. Sejak saat itu, Mathos belajar tata cara beribadah. Kemudian, ia memutuskan untuk menjadi mualaf. Seiring waktu berlalu, rasa tertekan dan sakit dalam hati Mathos pun hilang. Ia benar-benar merasakan kebahagiaan.